KOMUNIKASI PEMBANGUNAN
(Catatan Nyontek dan Copast dari
Pojok Sebelah)
By: Kyai Suwung.
Adalah
sedulur dari HMI Komisariat Dakwah Walisongo, tengah malam nyaris dini hari, WA
saya, bisa njagong bareng kapan?. Kamis atau jumat, saya jawab jumat. Dikotakkan
pembicaraannya dalam tema Komunikasi Pembangunan. Saya bikin semampu saya. Silahkan
baca…… saya copast dari Pojok sebelah.
INGAT DATANG DAN NYOBLOS DI TPS PADA 27 JUNI 2018. PILGUB
JATENG BECIK TUR NYENENGKE.
Pengertian Komunikasi Pembangunan, Definisi, Makalah,
Artikel, Teori, Latar Belakang - Komunikasi Pembangunan - Dalam ilmu komunikasi
telah berkembang suatu spesialisasi mengenai penerapan teori dan konsep
komunikasi secara khusus untuk keperluan program pembangunan yang dikenal
dengan sebutan Komunikasi Pembangunan.
Komunikasi pembangunan mencakup studi, analisa, promosi, dan
evaluasi teknologi komunikasi untuk seluruh sektor pembangunan.
Dalam pengertian yang sempit, komunikasi pembangunan
merupakan segala upaya dan cara, serta teknik penyampaian gagasan, dan
keterampilan-keterampilan pembangunan yang berasal dari pihak yang memprakarsai
pembangunan dan ditujukan kepada masyarakat luas, dengan tujuan agar masyarakat
memahami, menerima, dan berpartisipasi dalam melaksanakan gagasan-gagasan yang
disampaikan. Sedangkan dalam arti yang luas, komunikasi pembangunann meliputi
peran dan fungsi komunikasi (sebagai suatu aktivitas pertukaran pesan secara
timbal balik) di antara semua pihak yang terlibat dalam usaha pembangunan,
terutama antara masyarakat dengan pemerintah, sejak dari proses perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian terhadap pembangunan (Nasution, 1996:92).
Secara pragmatis, Quebral (dalam Nasution, 1996:128)
merumuskan bahwa “Komunikasi pembangunan adalah komunikasi yang dilakukan untuk
melaksanakan rencana pembangunan suatu negara”. Dikemukakannya pula bahwa
komunikasi pembangunan merupakan salah satu terobosan (break-through) di
lingkungan ilmu-ilmu sosial, dan merupakan inovasi yang harus diusahakan agar
diketahui orang dan diterima sebelum ia digunakan.
Selanjutnya Gomez (dalam Nasution, 1996:128) merumuskan
komunikasi pembangunan sebagai berikut:
Komunikasi pembangunan merupakan disiplin ilmu dan praktikum
komunikasi dalam konteks negara-negara sedang berkembang, terutama kegiatan
komunikasi untuk perubahan sosial yang berencana. Komunikasi pembangunan
dimaksudkan untuk secara sadar meningkatkan pembangunan manusiawi, dan itu
berarti komunikasi yang akan menghapuskan kemiskinan, pengangguran,
ketidakadilan.
Bahasan lain tentang konsep teoritis komunikasi pembangunan
juga telah dikemukakan oleh beberapa ahli lainnya melalui beberapa studi
mereka, diantaranya adalah:
1. Studi Daniel
Lerner
Lerner dipandang sebagai orang pertama yang melakukan studi
mengupas tentang hubungan komunikasi dengan pembangunan. Studinya tersebut
diterbitkan dengan judul The Passing of Traditional Society pada tahun 1957.
Lerner melakukan studi di enam negara kawasan Timur Tengah, yaitu Turki, Libanon,
Mesir, Syria, Yordania, dan Iran. Inti dari studi Lerner adalah menganalisis
hubungan antara tingkat urbanisasi dengan tingkat melek huruf, dengan
penggunaan media massa dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan politik.
Menurutnya modernisasi suatu bangsa dimulai dari terjadinya urbanisasi,
kemudian urbanisasi akan meningkatkan melek huruf, lalu meningakatkan
penggunaan media, yang selanjutnya meningkatkan partisipasi politik masyarakat.
Sebagai patokan bila suatu negara mencapai tingkat urbanisasi 10% maka tingkat
melek huruf akan sama-sama meningkat bahkan hingga mencapai 25 % dan demikian
korelasi tertinggi dari konsumsi media adalah dengan tingkat melek huruf.
Dikemukakannya pula bahwa sistem komunikasi merupakan
indikasi sekaligus agen dari proses perubahan sosial. Perubahan sistem
komunikasi masyarakat selalu berjalan satu arah, yaitu dari sistem komunikasi
oral (mulut ke mulut) ke media (yang menggunakan media). Sistem komunikasi oral
cocok digunakan masyarakat tradisional sedangkan sistem komunikasi media cocok digunakan masyarakat modern.
2. Studi Mc.
Clelland
Studi Mc Clelland berjudul The Achieving Society, yakni
tentang dorongan psikologis yang memotivasi suatu masyarakat untuk mencapai
kemajuan. Dari hasil studi tersebut Mc Clelland memperoleh beberapa kesimpulan,
diantaranya adalah:
Untuk memajukan suatu masyarakat harus dimulai dengan
mengubah sikap mental (attitude) para anggotanya.
Masyarakat yang membangun dan telah maju didorong oleh
kebutuhan untuk pencapaian sesuatu atau need for achievement (n/Ach) melalui berbagai saluran komunikasi
yang ada di tengah masyarakat.
Pembangunan ekonomi dipengaruhi oleh percaya diri,
berorientasi ke depan, berkopentensi, menyukai risiko, dan lain-lain.
3. Studi Wilbur Schramm
Studi Schramm terfokus pada kedudukan media massa sebagai
komunikasi yang terkait peranannya dengan pembangunan. Dalam laporannya yang
berjudul Mass Media and National Development: The Role of Information in
Developing Countries pada tahun 1964, yang pada pokoknya mengemukakan bahwa
media massa dapat membantu dalam hal:
Menyebarluaskan informasi tentang pembangunan, yakni perlunya
keterangan mengenai pembangunan ke seluruh penjuru masyarat, karena pada
pokoknya untuk mengubah kehidupan seluruh lapisan masyarakat.
Mengajarkan melek huruf serta keterampilan lainnya, yakni
melakukan cara-cara atau kegiatan yang lebih modern dibanding cara-cara dahulu
serta mampu melakukannya sendiri.
Masyarakat berkesempatan turut ambil bagian dalam pembuatan
keputusan di negaranya, yakni masyarakat perlu dimotivai untuk mengubah
nasibnya dan mencapai kehidupan yang lebih baik.
Dari pendapat ini menunjukkan bahwa bagi masyarakat yang
ingin maju memerlukan wawasan yang luas sebagai titik tolak untuk mendorong dan
mengembangkan hasrat mengubah kehidupan ke arah kemajuan. Perhatian masyarakat
perlu difokuskan pada upaya pembangunan sehingga diharapkan kreasi, aspirasi
dan keikutsertaan masyarakat dapat didayagunakan secara lebih bermanfaat.
4. Studi Inkeles dan
Smith
Studi kedua ahli ini berjudul Becoming Modern: Individual
Change in Six Developing Countries pada tahun 1962 hingga tahun 1964, yang
memusatkan perhatiannya pada tingkat individual. Temuan studi mereka tersebut
mengemukan bahwa ciri-ciri manusia modern diantaranya adalah:
Terbuka kepada pengalaman baru, artinya selalu berkeinginan
untuk mencari atau menemukan sesuatu yang baru.
Semakin tidak tergantung (independen) kepada berbagai bentuk
kekuasaan tradisional seperti suku, raja, dan sebagainya.
Percaya terhadap ilmu pengetahuan dan kemampuannya
menaklukkan alam.
Berorientasi mobilitas dan ambisi hidup yang lebih tinggi
serta memiliki hasrat untuk meniti tangga karir dan prestasi.
Memiliki rencana jangka panjang dan selalu merencanakan
sesuatu jauh ke depan dan memikirkan apa yang akan dicapai.
Berperan aktif dalam percaturan politik, yang ditandai dengan
bergabungnya dalam berbagai organisasi, baik yang bersifat kekeluargaan maupun
yang lebih luas serta berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat setempat di mana
ia berada.
Kesimpulan dari studi Inkeles dan Smith terkait pula dengan
pertumbuhan ekonomi, yakni bahwa institusi permodernan seperti media massa dan
sekolah telah menciptakan manusia modern yang dapat mengisi peran karir di
berbagai institusi modern yang diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi. Meskipun
pendidikan merupakan variabel yang paling dekat korelasinya dengan kemodernan
di tingkat individual, makna yang sama juga berlaku pada media massa.
5. Studi Rogers dan
Shoemaker
Rogers dan Shoemaker
mengemukakan Teori Difusi Inovasi. Teori ini mengkaji pesan-pesan berupa
ide-ide ataupun gagasan-gagasan yang baru, yang menyebabkan terjadinya
perubahan sosial.
Difusi inovasi sebagai suatu gejala kemasyarakatan
berlangsung seiring dengan perubahan sosial yang terjadi, dan perubahan sosial
pun memotivasi orang untuk menemukan dan menyebarluaskan hal-hal yang baru.
Kehadiran inovasi ke tengah suatu sistem sosial terutama
karena terjadinya komunikasi antar anggota suatu masyarakat ataupun antara
suatu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Melalui saluran-saluran
komunikasilah terjadi pengenalan, pemahaman, penilaian, yang kelak akan
menghasilkan penerimaan ataupun penolakan terhadap suatu inovasi.
Masyarakat yang menerima suatu inovasi tidak terjadi secara
serempak. Ada yang memang sudah menanti kedatangannya, karena menyadari adanya
kebutuhan dan ada yang baru menerima setelah meyakini benar
keuntungan-keuntungan inovasi bahkan ada pula yang tetap bertahan atau menolak
inovasi yang bersangkutan.
Menurut Roger dan Shoemaker (dalam Nasution, 1996:112),
masyarakat yang menerima inovasi dikelompokkan ke dalam beberapa golongan,
sebagai berikut:
Inovator, yaitu mereka yang memang sudah pada dasarnya
menyenangi hal-hal yang baru, dan rajin melakukan percobaan-percobaan.
Penerima dini (early adopters), yaitu orang-orang yang
berpengaruh, tempat teman-teman sekelilingnya memperoleh informasi, dan
merupakan orang-orang yang lebih maju dibanding orang sekitarnya.
Mayoritas dini (early majority), yaitu orang-orang menerima
suatu inovasi selangkah lebih dahulu dari rata-rata kebanyakan orang lainnya.
Mayoritas belakangan (late majority), yakni orang-orang yang
baru bersedia menerima suatu inovasi apabila menurut penilaiannya semua orang
sekelilingnya sudah menerima.
Leggards, yaitu lapisan yang paling akhir menerima suatu
inovasi.
Dikemukannya pula bahwa dalam menerima suatu inovasi,
biasanya seseorang akan melalui sejumlah tahapan, sebagai berikut:
Tahap Pengetahuan. Tahap ketika seseorang sadar, tahu, bahwa
ada sesuatu inovasi.
Tahap Bujukan.Tahap ketika seseorang sedang mempertimbangkan
atau sedang membentuk sikap terhadap inovasi yang telah diketahuinya tadi,
apakah ia menyukainya atau tidak.
Tahap Putusan. Tahap ketika seseorang membuat putusan apakah
menerima atau menolak inovasi yang dimaksud.
Tahap Implementasi. Tahap ketika seseorang melaksanakan
keputusan yang telah dibuatnya mengenai sesuatu inovasi.
Tahap Pemastian. Tahap ketika seseorang memastikan atau
mengkonfirmasikan putusan yang telah diambilnya tersebut.
Suatu inovasi biasanya terdiri dari dua komponen, yakni
komponen ide dan komponen objek (aspek material atau produk fisik dari ide
tadi). Setiap inovasi memiliki komponen ide, namun banyak juga yang tidak
mempunyai rujukan fisik. Penerimaan terhadap suatu inovasi yang memiliki kedua komponen
tersebut memerlukan adopsi berupa tindakan (action), sedangkan untuk inovasi
yang hanya mempunyai komponen ide, pada hakikatnya penerimaannya lebih
merupakan suatu putusan simbolik.
b. Peranan
Komunikasi dalam Pembangunan
Anggapan masyarakat selama ini adalah bahwa komunikasi
tidaklah terlalu penting dalam proses pembangunan. Hal ini disebabkan karena
teori-teori pembangunan yang dikemukakan para pemikir ekonomi secara umum hanya
dikembangkan dalam tradisi teori pertumbuhan ekonomi, yaitu berisi gambaran
mengenai proses perubahan ekonomi yang telah berlangsung di negara-negara maju.
Titik tolak teori-teori tersebut selalu bermula dari pemberdayaan faktor-faktor
utama produksi, yakni tanah, modal, dan tenaga kerja. Dengan kata lain amat
jarang pembahasan yang secara eksplisit mencantumkan tentang komunikasi. Pada
beberapa kasus pembahasan komunikasi dalam rangka pembangunan hanya ditempatkan
sebagai “hiasan bibir” namun pernyataan-pernyataan tersebut lantas beralih ke
teori pertumbuhan ekonomi melulu, seakan-akan itulah penjelasan yang lengkap
dan memadai bahkan ironisnya komunikasi tampak justru ditempatkan sebagai
sambungan dari uraian tentang “transportasi”.
Padahal, menurut Frey (dalam Nasution, 1996:81) “kalau
diamati dengan teliti, sebenarnya banyak fase dari pertumbuhan ekonomi menurut
teori-teori pembangunan tersebut yang merupakan tempat komunikasi memainkan
peranan penting”.
Frey memberikan contoh mengenai sistem harga (pricing system)
yang dapat dilihat sebagai suatu sistem komunikasi yang terspesialisasikan,
yang menyediakan informasi esensial bagi perhitungan yang rasional untuk
perencanaan maupun acuan bagi para pembuat keputusan ekonomi di semua
tingkatan.
Frey mengusulkan agar dalam pembahasan tentang pembangunan
perlu dihubungkan dengan analisa yang lebih mendalam pada efek komunikasi yang
memiliki relevansi dengan pembangunan. Dikemukan frey (dalam Nasution, 1996:83)
“bahwa sementara ongkos modernisasi boleh jadi demikian besarnya, namun sampai
tingkat tertentu dapat diatasi melalui sistem komunikasi”.
Berkatian dengan tingkat analisanya, Hedebro (dalam Nasution,
1996:79) mengidentifikasi tiga aspek komunikasi dan pembangunan, yakni:
1. Pendekatan yang
berfokus pada pembangunan suatu bangsa, dan bagaimana media massa dapat menyumbang
dalam upaya tersebut.
Di sini, politik dan fungsi-fungsi media massa dalam
pengertian yang umum merupakan objek studi, sekaligus masalah-masalah yang
menyangkut struktur organisasional dan pemilikan, serta kontrol terhadap media.
Untuk studi-studi jenis ini, sekarang digunakan istilah kebijakan komunikasi,
dan merupakan pendekatan yang paling luas dan bersifat general (umum).
2. Pendekatan yang
juga dimaksudkan untuk memahami peranan media massa dalam pembangunan nasional,
namun jauh lebih spesifik.
Media dilihat sebagai pendidik atau guru, idenya adalah
bagaimana media massa dapat dimanfaatkan untuk mengajarkan kepada masyarakat
bermacam keterampilan, dan dalam kondisi tertentu mempengaruhi sikap mental dan
perilaku mereka. Persoalan utama dalam studi jenis ini adalah, bagaimana media
massa dapat digunakan secara paling efisien untuk mengajarkan pengetahuan
tertentu bagi masyarakat suatu bangsa.
3. Pendekatan yang
berorientasi kepada perubahan yang terjadi pada suatu komunitas lokal atau desa.
Konsentrasinya adalah pada memperkenalkan ide-ide baru,
produk dan cara-cara baru, dan penyebarannya di suatu desa atau wilayah. Studi
jenis ini mendalami bagaimna aktivitas komunikasi dapat dipakai untuk
mempromosikan penerimaan yang luas akan ide-ide dan produk baru.
Lebih lanjut Hedebro mengemukakan 12 (dua belas ) peran yang
dapat dilakukan komunikasi dalam pembangunan, sebagai berikut:
Komunikasi dapat menciptakan iklim bagi perubahan dengan
membujukkan nilai-nilai, sikap mental, dan bentuk perilaku yang menunjang
modernisasi.
Komunikasi dapat mengajarkan keterampilan-keterampilan baru,
mulai dari baca-tulis ke pertanian, hingga kepada keberhasilan lingkungan,
hingga reparasi mobil.
Media massa dapat bertindak sebagai pengganda sumber-sumber
daya pengetahuan.
Media massa dapat mengantarkan pengalaman-pengalaman yang
seolah-oleh dialami sendiri, sehingga mengurangi biaya psikis dan ekonomis untuk menciptakan kepribadian yang
mobile.
Komunikasi dapat meningkatkan aspirasi yang merupakan
perangsang untuk bertindak nyata.
Komunikasi dapat membantu masyarakat menemukan norma-norma
baru dan keharmonisan di tengah kehidupan.
Komunikasi dapat membuat orang lebih condong untuk
berpartisipasi dalam pembuatan keputusan di tengah kehidupan bermasyarakat.
Komunikasi dapat mengubah struktur kekuasaan pada masyarakat
yang bercirikan tradisional, dengan membawakan pengetahuan kepada massa. Mereka
yang memperoleh infomasi akan menjadi orang yang berarti dan para pemimpin
tradisional akan tertantang oleh kenyataan bahwa ada orang-orang lain yang juga
mempunyai kelebihan dalam hal memiliki komunikasi.
Komunikasi dapat menciptakan rasa kebangsaan sebagai sesuatu
yang mengatasi kesetiaan-kesetiaan lokal.
Komunikasi dapat membantu mayoritas populasi untuk menyadari
pentingnya arti mereka sebagai warga negara, sehingga dapat membantu
meningkatkan aktivitas politik.
Komunikasi dapat memudahkan perencanaan dan implementasi
program-program pembangunan yang berkaitan dengan kebutuhan penduduk.Komunikasi
dapat membuat pembangunan ekonomi, sosial, dan politik menjadi suatu proses
yang berlangsung sendiri (self-perpectuating).
Dalam kaitannya dengan pembangunan nasional suatu bangsa,
Schramm (dalam Nasution, 1996:85) merumuskan tugas pokok komunikasi sebagai
berikut:
Menyampaikan kepada masyarakat, informasi tentang pembangunan
nasional, agar mereka memusatkan perhatian pada kebutuhan akan perubahan,
kesempatan dan cara mengadakan perubahan, sarana-sarana perubahan, dan
membangkitkan aspirasi nasional.
Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengambil
bagian secara aktif dalam proses pembuatan keputusan, memperluas dialog agar
melibatkan semua pihak yang akan membuat keputusan mengenai perubahan,
memberikan kesempatan kepada para pimpinan masyarakat untuk memimpin dan
mendengarkan pendapat rakyat kecil, dan menciptakan arus informasi yang
berjalan lancar dari bawah ke atas.
Mendidik tenaga kerja yang diperlukan pembangunan, sejak
orang dewasa, hingga anak-anak, sejak pelajaran baca tulis, hingga keterampilan
teknis yang mengubah hidup masyarakat.
Pengertian Komunikasi Pembangunan
Analisa yang paling orisinal dan provokatif adalah komentar Mc Clelland yang mengaitkan
komunikasi dengan pembangunan ekonomi, yakni perihal pentingnya opini publik
bagi pembangunan. Menurut Mc Clelland (dalam Nasution, 1996:84) bahwa:
Dalam pembangunan ekonomi kekuatan yang merangkum masyarakat
adalah bergerak dari tradisi yang melembaga, ke opini publik, yang dapat
mengakomodir perubahan, dan hubungan interpersonal yang spesifik serta
fungsional.
Dari pengertian tersebut dapat dikemukakan bahwa cara-cara
yang kaku dan telah tertentu dalam berhubungan dengan orang lain, diganti
dengan pola-pola yang lebih luwes yang disesuaikan dengan kebutuhan khusus.
Masyarakat kemudian menjadi lebih terbuka dan efektif, karena individu-individu
sebagai anggota masyarakat dapat berkomunikasi dengan orang lain untuk
keperluan yang spesifik. Keadaan seperti ini membuat orang berpartisipasi
dengan yakin karena hubungan atau komuniasi tersebut dikendalikan oleh opini-opini
dan harapan “orang lain”
Komunikasi Pembangunan Menurut Ahli dan Penerapannya
Di perkembangan ilmu yang serba pesat ini kadang kita
mengenal istilah yang asing di telinga kita. Mungkin salah satunya adalah
“Komunikasi Pembangunan”. Singkat kata, komunikasi pembangunan adalah suatu
ilmu yang dipelajari secara spesifik mengenai penerapan konsep komunikasi dan
teori yang diperuntukkan untuk keperluan program pembangunan.
Oleh karena itu, analisa, promosi dan evaluasi teknologi yang
diperuntukkan untuk sektor pembangunan menjadi hal – hal yang dipelajari dalam
komunikasi pembangunan. Sederhananya, komunikasi pembangunan merupakan
komunikasi yang berasal dari lembaga pembangunan kepada masyarakat. Hal itu
juga termasuk cara, penyampaian gagasan, maupun keterampilan yang dikuasai oleh
pihak yang memprakarsai pembangunan. (Baca juga: Konstruksi Realitas Sosial)
Sedangkan menurut Nasution, 1996:92 dalam arti yang luas,
komunikasi pembangunan meliputi peran dan fungsi komunikasi (sebagai suatu
aktivitas pertukaran pesan secara timbal balik) di antara semua pihak yang
terlibat dalam usaha pembangunan, terutama antara masyarakat dengan pemerintah,
sejak dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian terhadap pembangunan.
Pengertian Sederhana Komunikasi Pembangunan
Mungkin cukup susah untuk dipahami, dalam bahasa mudahnya
komunikasi pembangunan ini digunakan agar masyarakat dapat mengerti serta
menerima rencana pembangunan yang akan dilakukan pihak yang ingin melaksanakan
pembangunan. Pembangunan yang dimaksud tidak selalu mengenai pembangunan
infrastruktur, namun juga pembangunan sumber daya manusia atau biasa disingkat
dengan SDM. Dalam rumusan dari Gomez (dalam Nasution, 1996:128) “komunikasi
pembangunan me rupakan disiplin ilmu dan praktikum komunikasi dalam konteks
negara-negara sedang berkembang, terutama kegiatan komunikasi untuk perubahan
sosial yang berencana.
Komunikasi pembangunan diadakan secara manusiawi untuk
memberantas kemiskinan, pengangguran, dan menjunjung hak asasi manusia dalam
pembangunan.
Namun sepertinya para ahli mempunyai pendapat yang berbeda –
beda tentang komunikasi pembangunan ini. Beberapa dari ahli yang mempunyai
pandangannya sendiri – sendiri adalah : Daniel Lerner (The Passing of
Traditional Society pada tahun 1957) , Mc Clelland (The Achieving Society), Wilbur
Schramm (Mass Media and National Development: The Role of Information in
Developing Countries pada tahun 1964), Inkeles dan Smith (Becoming Modern:
Individual Change in Six Developing Countries pada tahun 1962 hingga tahun
1964), Rogers dan Shoemaker. (Baca juga: Komunikasi Internasional)
Komunikasi Pembangunan Menurut Ahli
Pada studi yang dilakukan oleh Daniel Lerner, Beliau
menemukan bahwa beda kelas, maka beda cara. Maksud dari itu adalah, cara untuk
mempengaruhi orang kelas menengah ke bawah dengan orang kelas menengah ke atas
berbeda. Jika orang kelas menengah ke bawah, lebih cocok untuk melakukan
pendekatan secara oral. Pendekatan dengan bicara langsung dengan mereka, atau
bisa juga dengan mulut ke mulut. (baca: Teori Dramaturgi)
Namun jika berhadapan dengan masyarakat menengah ke atas atau
masyarakat yang sudah modern, lebih efektif untuk melakukan pendekatan melalui
media. Tentu saja penelitian tersebut tidak bisa di andalkan, karena penelitian
tersebut dilakukan pada tahun 1957. Kondisi era itu sangat berbeda dengan
kondisi abad 21 awal ini. Dalam kata lain, data dan solusinya besar kemungkinan
sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini. Salah satunya adalah peran media
sekarang yang dapat mempengaruhi semua kalangan tak terkecuali kalangan orang
kelas menengah ke bawah. (Baca juga: Pengertian Media Menurut Para Ahli)
Sedangkan studi yang dilakukan Mc Clelland lebih
menitikberatkan motivasi atau dorongan psikologis yang mampu mengajak
masyarakat untuk mencapai kemajuan. Misalnya, di suatu daerah terpencil
masyarakatnya tengah hidup damai dan santai. Sehari – hari mereka hidup dengan
mencari buah di hutan dan berburu. Di saat hewan buruan sudah mulai berkurang
dan populasi penduduk wilayah tersebut semakin banyak maka akan timbul masalah.
Masalah tersebut adalah kurangnya bahan makanan, maka ada 2 opsi yang dapat
ditawarkan.
Yang pertama, sebagian penduduk berpindah tempat sehingga
tidak mengganggu jatah makanan wilayah tersebut. Atau yang kedua adalah
dorongan psikologis yang dapat mengubah cara mereka hidup.
Suatu pola pikir yang yang dapat membuat mereka berpikir
bahwa mereka membutuhkan sesuatu yang lebih dapat diandalkan daripada berburu
yang kadang seharian tanpa menuai satu buruan pun yaitu dengan membuat
peternakan. Saat peternakan itu dibuat, maka komunikasi pembangunan telah
tercapai. (Baca juga: Media Komunikasi Modern)
Studi selanjutnya adalah milik Wilbur Schramm pada tahun
1964. Pada studi ini Beliau mengajak masyarakat untuk melek huruf (bisa
membaca). Tentu saja hal ini sekarang menjadi kurang relevan, mengingat
mayoritas dari manusia sudah dapat membaca. Namun, salah satu poin yang Beliau
sampaikan adalah tentang penyebaran informasi tentang pembangunan sehingga
dapat dimengerti oleh seluruh lapisan masyarakat.
Selain itu, Beliau juga berpendapat bahwa nasib dari
seseorang ditentukan oleh dirinya sendiri. Apakah orang tersebut mau membangun
dirinya menjadi orang yang lebih baik atau tidak. Menurut Beliau, untuk bisa
maju, masyarakat harus berwawasan luas sebagai titik tolak untuk mendorong
mereka mengembangkan hasrat untuk menjalani hidup dengan lebih baik lagi.
Seperti contohnya tukang ojek. Dulunya, mungkin orang yang berprofesi sebagai
tukang ojek hanya mencari nafkah untuk kehidupan sehari – hari.
Penerapan Komunikasi
Pembangunan dalam Kehidupan Sehari – hari
Tawar menawar menjadi hal yang tak dapat dipisahkan dari
profesi tukang ojek saat itu. Penghasilan yang lumayan serta mangsa pasar yang
lumayan banyak, membuat pangkalan ojek menjamur di Jakarta. Namun, ada
sekelompok orang yang berwawasan lebih luas daripada tukang ojek yang mencari
uang dengan menukarkan tenaganya tersebut. Sekelompok orang ini memahami
teknologi, pandai memasarkan barang, cermat dalam managemen dan dapat melihat
peluang di masak depan.
Akhirnya sekelompok orang ini sekarang sukses dengan produk
ojek online mereka. Hal ini membuktikan bahwa salah satu dari hasil studi yang
dilakukan oleh Wilbur Schramm masih relevan, tepatnya pada bagian bahwa untuk
maju, masyarakat butuh wawasan yang luas.
Kadang memang sudah untuk mengajak orang lain melakukan
perubahan. Selalu ada alasan untuk menolak perubahan, apalagi jika masyarakat
masih berada di zona nyaman mereka. Namun, perubahan akan terus berjalan tanpa
menghiraukan siapapun. Siapa yang tidak mau berubah untuk menjadi lebih baik
akan digerus oleh sekelompok orang yang terus belajar dan bergerak maju. Dalam
kondisi ini, komunikasi pembangunan sangat diperlukan untuk mendorong seluruh
lapisan masyarakat terlibat dalam gerakan perubahan ini.
Terlebih lagi jika Anda bertanggung jawab akan kemajuan suatu
wilayah atau mungkin untuk Anda yang dengan sukarela memikirkan nasib kalangan
menengah ke bawah dan ingin mengajak mereka untuk berubah menjadi lebih baik.
Dengan mempelajari komunikasi pembangunan ini, setidaknya Anda mempunyai
gambaran – gambaran tentang bagaimana mengajak masyarakat untuk maju bersama.
Selain itu, dengan mempelajari komunikasi pembangunan, kita akan lebih bisa
menyiratkan pesan – pesan perubahan secara halus, tidak melalui paksaan.
STRATEGI KOMUNIKASI
PEMBANGUNAN
1. Komunikasi Pembangunan
Komunikasi dan pembangunan
merupakan dua hal yang saling berhubungan erat, dimana Siebert, Peterson dan
Schramm (1956) menyatakan bahwa dalam mempelajari sistem komunikasi manusia,
seseorang harus memperhatikan beberapa kepercayaan dan asumsi dasar yang dianut
suatu masyarakat tentang asal usul manusia, masyarakat dan Negara.
Strategi pembangunan menentukan
strategi komunikasi, maka makna komunikasi pembangunan pun bergantung pada
modal atau paradigma pembangunan yang dipilih oleh suatu negara. Peranan
komunikasi pembangunan telah banyak dibicarakan oleh para ahli, pada umumnya
mereka sepakat bahwa komunikasi mempunyai andil penting dalam pembangunan[1].
Everett M. Rogers (1985)
menyatakan bahwa, secara sederhana pembangunan adalah perubahan yang berguna
menuju suatu sistem sosial dan ekonomi yang diputuskan sebagai kehendak dari
suatu bangsa. Dia juga menyatakan bahwa komunikasi merupakan dasar dari
perubahan social pada suatu bangsa. Perubahan yang dikehendaki dalam
pembangunan tentunya perubahan ke arah yang lebih baik atau lebih maju dari
sebelumnya. Oleh karena itu peranan komunikasi dalam pembangunan harus
dikaitkan dengan arah perubahan tersebut. Artinya kegiatan komunikasi harus
mampu mengantisipasi gerak pembangunan.
Pembangunan merupakan proses yang
penekanannya pada keselarasan antara aspek kemajuan lahiriah dan kepuasan
batiniah. Jika dilihat dari segi ilmu komunikasi yang juga mempelajari masalah
proses, yaitu proses penyampaian pesan seseorang kepada orang lain untuk
merubah sikap, pendapat dan perilakunya. Maka pembangunan pada dasarnya
melibatkan minimal tiga komponen yakni komunikator pembangunan (bisa aparat
pemerintah atau masyarakat), pesan pembangunan yang berisi ide atau program pembangunan
dan komunikan pembangunan, yaitu masyarakat luas sasaran pembangunan[2].
Dengan demikian pembangunan di
Indonesia adalah rangka pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan
masyarakat Indonesia harus bersifat pragmatik yaitu suatu pola yang membangkitkan
inovasi bagi masa kini dan yang akan datang. Dalam hal ini tentunya fungsi
komunikasi harus berada di garis depan untuk merubah sikap dan perilaku manusia
Indonesia sebagai pemeran utama pembangunan, baik sebagai subjek maupun sebagai
objek pembangunan.
2. Strategi Komunikasi
Rogers mengatakan, komunikasi
tetap dianggap sebagai perpanjangan tangan para perencana pemerintah dan fungsi
utamanya adalah untuk mendapatkan dukungan masyarakat dan partisipasi mereka
dalam pelaksanaan rencana-rencana pembangunan[3]. Dari pendapat Rogers ini
jelas bahwa setiap pembangunan dalam suatu bangsa memegang peranan penting.
Karenanya pemerintah dalam melancarkan komunikasi perlu memperhatikan strategi
apa yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan sehingga efek yang diharapkan
itu sesuai dengan harapan.
Para ahli komunikasi terutama di
negara-negara berkembang mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap
strategi komunikasi dalam hubungannya dengan penggiatan pembangunan nasional di
negara-negara. Fokus perhatian ahli komunikasi ini memang penting karena
efektivitas komunikasi bergantung pada strategi komunikasi yang digunakan.
Effendy (1993) mengatakan
strategi baik, secara makro (planned multimedia strategy) mempunyai fungsi
ganda yaitu :
Menyebarluaskan pesan komunikasi
yang bersifat informatif, persuasif, dan instruktif secara sistematik kepada
sasaran untuk memperoleh hasil yang optimal.
Menjembatani “cultural gap”
akibat kemudahan diperolehnya dan kemudahan dioperasionalkannya media massa
yang begitu ampuh, yang jika dibiarkan akan merusak nilai-nilai budaya[4].
Strategi pada hakekatnya adalah
perencanaan (planning) dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan. Tetapi untuk
mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang
menunjukkan arah saja, melainkan harus menunjukkan bagaimana taktik
operasionalnya. Dengan demikian strategi komunikasi merupakan paduan dari
perencanaan komunikasi (communication management) untuk mencapai suatu tujuan.
Untuk mencapai tujuan tersebut strategi komunikasi harus dapat menunjukkan
bagaimana operasionalnya secara taktis harus dilakukan, dalam arti bahwa
pendekatan (approach) bisa berbeda tergantung pada situasi dan kondisi.
Untuk mantapnya strategi
komunikasi, maka segala sesuatunya harus dipertautkan dengan komponen-komponen
yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan yang dirumuskan, yaitu who says what
in which channel to whom with what effect. Rumus tersebut jika dikaji lebih
jauh, pertanyaan “efek apa yang diharapkan” secara implisit mengandung pertanyaan
lain yang perlu dijawab dengan seksama, yaitu : 1. When (Kapan
dilaksanakannya). 2. How (Bagaimana melaksanakannya). 3. Why (Mengapa
dilaksanakan demikian)[5]. Atau dalam ilmu jurnalistik sering dikatakan dengan
5 W 1 H (What, Who, Whay, When, Where dan How).
Para ahli komunikasi sependapat
bahwa dalam melancarkan komunikasi lebih baik mempergunakan pendekatan yang
disebut A-A Procedure atau from Attention to Action Procedure. AA Procedure
adalah penyederhanaan dari suatu proses yang disingkat AIDDA (Attention
(perhatian), Interest (minat), Desire (kemauan/hasrat), Decision (keputusan),
Action (tindakan)). Jadi proses perubahan sebagai efek komunikasi melalui
tahapan yang dimulai dengan membangkitkan perhatian. Apabila perhatian
komunikan telah terbangkitkan, hendaknya disusul dengan upaya menumbuhkan
minat, yang merupakan derajat yang lebih tinggi dari perhatian. Minat adalah
kelanjutan dari perhatian yang merupakan titik tolak bagi timbulnya hasrat
untuk melakukan suatu kegiatan yang diharapkan komunikator. Hanya ada hasrat
saja pada diri komunikan, bagi komunikator belum berarti apa-apa sebab harus
dilanjutkan dengan datangnya keputusan, yakni keputusan untuk melakukan
tindakan. Selain melalui pendekatan di atas, maka seseorang komunikator harus
mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan sikap, pendapat, dan tingkah laku
apabila dirinya terdapat faktor-faktor kredibilitas dan attractiveness.
3. Strategi Komunikasi Efektif
Strategi komunikasi yang efektif
dalam komunikasi pembangunan tidak hanya sekedar membuat pesan-pesan yang bisa
memberikan dampak bagi target atau audien. Tapi juga mampu merefleksikan misi,
tujuan dan sasaran organisasi yang terintegrasi dalam operasi sehari-hari.
Maka, stretegi itu butuh artikulasi yang jelas tentang audien, kejelasan pesan
dan pilihan media.
Adapun strategi yang efektif
dalam penyampaian komunikasi pembangunan antara lain :
a. Planning
Strategi komunikasi yang efektif
selalu diawali oleh perencanaan yang solid dan matang (planning) yaitu kunci
bagi keberhasilan proyek tujuan. Perencanaan yang bagus bisa dijadikan koridor
kerja bagi orang-orang yang melaksanakan misi komunikasi. Strategi akan
membimbing kita kearah mana komunikasi digerakkan, mulai dari proses persiapan
hingga menyampaikan pesan pada publik.
Ada tiga jenis planning yang
harus dipertimbangkan dalam strategi komunikasi di era digital saat ini yaitu :
Organizational Planning, yaitu
terkait dengan siapa-siapa saja yang bertanggung jawab melakukan
tindakan-tindakan apa saja untuk misi komunikasi.
Communications Planning yaitu
terkait penentuan cara-cara yang digunakan untuk mengkomunikasikan pesan.
Apakah lewat media tertentu atau umum, serta bagaimana isi pesannya.
Technology Planning yaitu terkait
alat bantu teknologis untuk menyampaikan pesan. Apakah kita mengirim press
release via e-mail, atau menyampakaian undangan untuk konferensi pers dan
dengan menggunakan teknologi lainnya.
b. Sasaran dan Tujuan
Pesan harus diciptakan
sejelas-jelasnya demi sasaran yang dituju, lalu pesan disampaikan dengan metode
yang tertentu supaya bisa sampai ke publik yang kita bidik. Untuk mencapai
target ini, tentu dibutuhkan teknologi pembantu agar penyusunan planning jadi
lebih mudah.
Karenanya sasaran dan tujuan
harus ditetapkan saat melakukan planning yaitu audien siapa yang ingin
dijangkau, bagaimana keadaan audien sasaran yang hendak dijangkau,
mengidentifikasi audien dan kemudian memahami keadaan audien. Ini adalah salah
satu kunci keberhasilan rencana komunikasi yang baik dan efektif. Karena
komunikasi yang efektif bukan berarti harus menjangkau semua target audien.
Tapi lebih efektif jika kita bisa membidik orang-orang tertentu yang sangat
berpengaruh dalam pembuatan keputusan publik.
c. Pembentukan Pesan
Pembentukan pesan dengan
sedemikian rupa sehingga menjadi perhatian public juga menjadi salah satu
strategi efektif dalam komunikasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kita
harus bisa menyusun pesan yang cocok untuk berbagai kalangan audien sasaran dan
berbagai bentuk media yang digunakan.
Karena cara kita mengkomunikasikan
pesan pada pers tentu berbeda dengan cara mengkomunikasikan pesan langsung pada
audien. Menulis di web juga jelas sangat berbeda dengan menulis pesan untuk
radio atau koran.
Karenanya setelah kita berhasil
mengidentifikasi audien baru membentuk pesan-pesan yang akan disampaikan pada
audien. Pesan-pesan ini harus terkait kuat dengan misi organisasi dan tujuan
komunikasi kita.
Dalam membentuk pesan, kita perlu
mempertimbangkan hal-hal berikut : seberapa besar audiens kita, pesan model apa
yang lebih gampang direspon oleh audien, melalui audien bisa dicapai (Internet,
radio, TV, cetak), informasi apa yang audien butuhkan dari organisasi kita,
bahasa apa yang akan lebih gampang ditangkap audien, dan saat merancang pesan
kita juga harus perhatikan bahwa setiap media komunikasi (televisi, cetak,
email, Web) akan membutuhkan pendekatan berbeda.
d. Media Choices
Memilih jenis media yang paling
cocok untuk menyampaikan pesan dan menjangkau audien merupakan langkah yang
harus diambil. Karena jika tepat, audien akan sangat cepat memahami pesan yang
diberikan. Jenis media yang dipilih akan berpengaruh pada kemampuan audien
menjangkau isi pesan.
Jenis media tertentu mungkin bisa
menyampaikan pesan tertentu dan bisa dijangkau kelompok audien tertentu pula.
Juga patut kita perhatikan dalam mengemas pesan format harus disesuaikan bisa
dikemas dalam bentuk berita, hiburan, atau bahkan iklan.
e. Evaluasi
Strategi komuniksi yang efektif
selalu mempertimbangkan evaluasi, namun yang satu ini sering kali terabaikan.
Bisa jadi pengabaian ini berdasarkan fakta bahwa sebagian besar evaluasi
berlangsung di bagian akhir dari suatu proses. Kalau hasilnya bagus, orang
cenderung tidak melakukan evaluasi, tapi kalau hasil akhirnya kurang bagus baru
orang berfikir tentang evaluasi.
Padahal evaluasi itu penting agar
kita bisa mendapatkan feed back sesegera mungkin. Hasil akhirnya bagus atau
tidak, kita tetap butuh feed back, kalau hasil akhirnya bagus feed back bisa
digunakan untuk perumusan strategi komunikasi mendatang. Kalau hasil akhirnya
tidak bagus maka feed back bisa dijadikan rujukan agar tidak mengulanginya.
Untuk mengevaluasi strategi
komunikasi, bisa dilakukan dengan cara mengumpulkan data kuantitatif dan
informasi kualiatif. Untuk kuantitatif, pertanyaan yang harus kita jawab adalah
seberapa banyak target audien yang sudah dijangkau via media. Untuk kualitatif,
pertanyaan yang harus kita jawab adalah apakah pesan punya dampak yang
diharapkan terhadap target audien atau tidak. Ini bisa berlaku saat kita
menggunakan semua jenis media dan semua kondisi audien. Namun yang agak sulit
adalah mengukur perobahan perilaku pada target audien.
4. Konsep Komunikasi Pembangunan
Dalam strategi komunikasi
mengenai isi pesan tentu sangat menentukan efektivitas komunikasi. Wilbur
Schramm mengatakan bahwa agar komunikasi yang dilancarkan dapat lebih efektif,
maka pesan yang disampaikan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut [6]:
Pesan harus dirancang dan
disampaikan sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian sasaran dimaksud.
Pesan harus menggunakan
tanda-tanda yang tertuju kepada pengalaman yang sama antara sumber dan sasaran,
sehingga sama-sama dapat dimengerti.
Pesan harus membangkitkan
kebutuhan pribadi pihak sasaran dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh
kebutuhan itu.
Pesan harus menyarankan sesuatu
jalan untuk memperoleh kebutuhan yang layak bagi situasi kelompok di mana
sasaran berada pada saat ia gerakkan untuk memberikan tanggapan yang
dikehendaki.
Secara pragmatis Quebral (1973),
merumuskan komunikasi pembangunan adalah komunikasi yang dilakukan untuk
melaksanakan rencana pembangunan suatu negara. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa komunikasi pembangunan merupakan suatu inovasi yang diterima oleh
masyarakat.
Mengkaitkan peranan komunikasi
pembangunan dan konsep mengenai pembangunan, Tehranian (1979) mengemukakan tiga
tinjauan teoritis, yaitu pertama teori yang hanya melihat pembangunan
semata-mata sebagai proses pluralisasi masyarakat, politik dan ekonomi dari
suatu bangsa yang melaksanakan pembangunan tersebut. Pandangan ini dianut oleh
para ekonom dan politisi liberal. Pada pokoknya mereka berpendapat bahwa hal
yang penting dalam pembangunan adalah peningkatan kelompok tenaga kerja yang
berdasarkan struktur dan fungsi yang jelas, penganekaragaman kelompok
berdasarkan kepentingan dan keseimbangan dinamis antar kelompok dan
kepentingan.
Teori yang kedua penekanannya
pada peningkatan rasionalisasi sebagai unsur kunci proses pembangunan. Penganut
aliran ini adalah Hegel, yang menekankan peranan rasio dalam perkembangan sejarah.
Sedangkan Weber mementingkan rasionalisasi kebudayaan dan birokrasi dari suatu
proses sosial yang akhirnya dikenal belakangan ini adalah mendewakan negara
sebagai sumber segala kemenangan dan keabsahan.
Teori ketiga adalah pemikiran
yang lahir dari kesadaran diri masyarakat dunia ketiga, dengan konsep yang
berpusat pada prinsip melakukan pembebasan. Teori ini sangat dipengaruhi oleh
aliran Neo Marxis.
4. Teknologi Komunikasi
Di abad modern ini, terutama
pasca perang dunia kedua, bermunculan berbagai penemuan baru sebagai akibat
kemajuan teknologi yang berkembang pesat dan terjadi susul menyusul. Teknologi
memberikan manusia bermacam-macam kemudahan dalam melakukan pekerjaan, dan
lebih dari itu menjadikan kehidupan lebih menyenangkan dan lebih nyaman. Berkat
penemuan baru di bidang teknologi, manusia dapat menggali dan melakukan
eksplorasi sumber-sumber kekayaan alam, termasuk sumber-sumber energi yang
penting bagi peningkatan kesejahteraan umat manusia. Kemajuan pesat di bidang
teknologi elektronika yang semakin berkembang membuktikan manusia telah mampu
mengembangkan kemampuan setinggi-tingginya.
Perkembangan teknologi mendorong
semakin berkembangnya teknologi komunikasi. Kemajuan teknologi komunikasi
diawali dengan penemuan transistor, kemudian berkembang mikcrohip, sistem
komunikasi satelit, dan lain-lain telah membuat jarak bukan lagi suatu halangan
untuk berkomunikasi dengan yang lainnya. Laju perkembangan teknologi komunikasi
telah memperlancar arus informasi dari dan keseluruh penjuru dunia. Kemajuan
teknologi telah memungkinkan manusia sekarang ini menyaksikan pada waktu yang
sama peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Kemajuan teknologi juga
meningkatkan mobilitas sosial, mempermudah orang untuk saling berhubungan.
Hubungan manusia dari satu bangsa dengan bangsa lainnya semakin intensif dan
dunia seolah-olah menjadi semakin sempit.
Teknologi dapat melakukan
penghematan waktu dan jumlah tenaga kerja manusia. Proses teknologi melalui
makna pesan tertulis atau gambar dipindahkan secara elektronis melalui radio
telegraph (telefrint) untuk satu reproduksi yang jauh letaknya. Dengan teknik
ini surat kabar yang terbit di Amerika misalnya, dalam jangka waktu bersamaan
dapat terbit di Indonesia. Teknik reproduksi ini memungkinkan penyebaran surat
kabar lebih luas dan lebih cepat. Demikian pula di bidang radio, televisi,
film, dan pembuatan mesin hitung elektronis berkembang pesat.
Sejalan dengan itu
restrukturisasi akan terjadi di dalam berbagai kehidupan masyarakat, kemajuan
teknologi ini juga telah dinikmati oleh masyarakat Indonesia yang sedang
membangun. Melalui radio, televisi, film, dan surat kabar dapat dikatakan
seluruh pelosok tanah air telah terjangkau oleh jaringan komunikasi yang
menghubungkan pusat dan daerah. Pesan-pesan pembangunan dari pusat ke daerah
dan sebaliknya dapat dengan mudah disiarkan oleh media tersebut diatas.
Kemajuan teknologi komunikasi
jelas akan membawa dampak, baik positif maupun negatif terhadap kehidupan
sosial budaya masyarakat. Secara positif akan memberikan kemungkinan terjadinya
komunikasi secara lebih baik dan luas jangkauannya. Kemajuan ini telah
dirasakan manfaatnya bagi negara-negara yang sedang membangun. Namun secara
negatif menimbulkan masalah baru yaitu memberikan kemudahan timbulnya pertentangan
sosial dan perubahan sistem nilai, karena adanya perbenturan sistem nilai dalam
masyarakat penerima teknologi yang mempunyai latar belakang budaya yang
berbeda.
Selain itu tidak mustahil
derasnya arus nilai-nilai budaya melalui media massa dapat menimbulkan
perubahan berbagai sikap pada anggota masyarakat yang mempunyai latar belakang
kebudayaan yang berbeda. Bagi bangsa Indonesia masalah yang dihadapi berkaitan
dengan faktor budaya adalah [7]:
Masyarakat Indonesia merupakan
masyarakat majemuk yang terdiri dari beraneka suku bangsa dengan latar belakang
kebudayaan, agama, dan sejarah yang berbeda.
Masyarakat yang majemuk ini
sedang mengalami pergeseran sistem nilai sebagai akibat pembangunan yang pada
hakekatnya merupakan proses pembaharuan di segala sektor kehidupan.
Derasnya arus informasi dan
komunikasi yang dibawa oleh media massa memperlancar kontak-kontak antar
kebudayaan.
Pertambahan penduduk yang
menuntut pertambahan sarana hidup baik dalam kuantitas, kualitas, maupun
variasi.
Dalam hubungan dengan masalah di
atas, bangsa Indonesia harus mampu menumbuhkan dan mengembangkan sistem nilai
yang sesuai dengan tuntutan pembangunan. Pembangunan sistem nilai yang cocok
dengan tuntutan kemajuan, harus tetap dilandasi nilai-nilai yang terkandung
dalam falsafah Pancasila sehingga proses medernisasi di Indonesia benar-benar
sesuai dengan tuntutan zaman.
5. Partisipasi dan Komunikasi
Timbul persoalan, bagaimana
merekayasa pergeseran-pergeseran nilai dalam rangka mengaktualisasikan diri
sesuai dengan tuntutan zaman sehingga bangsa Indonesia memiliki ciri-ciri
universal dari bangsa yang modern, tetap mempertahankan identitas kebangsaan
yang bersumber dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Masalah penerapan
teknologi bagi kepentingan pembangunan di Indonesia memerlukan penelaahan yang
cermat dan mendalam menuju pemilihan alterantif terbaik yang dapat menghasilkan
karya-karya teknologi yang tepat guna dan tepat lingkungan, berdaya guna dan
berhasil guna bagi peningkatan kesejahteraan rakyat.
Proses pembangunan saat ini harus
berakar dari bawah (grassroots), memelihara keberagaman budaya, serta
menjunjung tinggi martabat serta kebebasan bagi manusia dan masyarakat. Dengan
kata lain pembangunan harus menganut paradigma pembangunan yang berpusat pada
rakyat. Dengan demikian, perlu adanya partisipasi secara aktif, penuh inisiatif
dan inovatif dari masyarakat itu sendiri. Sehingga partisipasi masyarakat dalam
konteks ini mengandung makna untuk meneggakan demokrasi local yang selama ini
“terpendam” yang sebenarnya telah dimiliki oleh masyarakat. Sedangkan proses
pemberdayaan masyarakat harus mengandung makna yang dinamis untuk mengembangkan
diri dalam mencapai kemajuan.
Dalam berkomunikasi untuk
membangkitkan partisipatif masyarakat, Harmoko mengemukakan bahwa pesan yang
disampaikan kepada khalayak haruslah [8]:
Membaca berita hangat yang isinya
cocok dengan kepentingan masyarakat.
Menggugah hati masyarakat
sehingga gagasan dan perasaan yang disampaikan oleh si pembawa pesan sudah
seperti milik si penerima pesan itu sendiri.
Menimbulkan dorongan bertindak
bagi sasaran khalayak secara spontan dan penuh kesan.
Saluran media massa pada umumnya
lebih banyak digunakan untuk komunikasi informatif. Dengan saluran ini
komunikator pembangunan pembangunan berusaha untuk memperkenalkan dan
memberikan pengetahuan mengenai pesan-pesan pembangunan. Selanjutnya untuk
perubahan perilaku, aktifitas komunikasi harus dilipatgandakan dengan
menggunakan berbagai macam saluran.
Rogers dan Shoemaker mengatakan
bahwa saluran interpersonal masih memegang peranan penting dibanding dengan
media massa, terlebih-lebih di negara-negara yang belum maju dimana kurang
tersedianya media massa yang dapat menjangkau khalayak terutama warga pedesaan,
tingginya tingkat buta huruf dan tidak sesuainya pesan-pesan yang disampaikan
dengan kebutuhan masyarakat.
Lazarsfeld[9] mengatakan bahwa
media massa hanya merupakan, 1) peliput ganda pesan dan penyebar ide secara
mendatar dan 2) penguat artinya hanya didengar apabila sependapat dengan
pendapat komunikan. Jadi saluran interpersonal dipergunakan apabila kita
mengharapkan efek perubahan tingkah laku (behavior change) dari komunikan.
Indonesia sampai saat ini masih
termasuk salah satu negara yang sedang berkembang, dimana sebagian besar
penduduknya berada di pedesaan dan sekitar 50 % hidup dari hasil pertanian.
Oleh sebab itu strategi komunikasi pembangunan masih dipusatkan pada daerah
pedesaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Depari dan Mc Andrews (1991)[10] bahwa
sampai saat ini strategi komunikasi pembangunan masih terbatas pada siaran
pedesaan, baik melalui media massa maupun pemanfaatan para petugas penyuluhan
pembangunan. Oleh sebab itu perlu dipikirkan lebih lanjut, bagaimana
usaha-usaha komunikasi yang ada dapat dikembangkan, terlebih-lebih menghadapi
tantangan era globalisasi.
Dalam hal ini di Indonesia
melalui televisi dan radio sebagai saluran media massa juga sudah pernah
melaksanakan program acara siaran pedesaan. Demikian pula Koran Masuk Desa
(KMD) sebagai media cetak telah disalurkan kepada masyarakat pedesaan.
Sedangkan melalui saluran komunikasi interpersonal pemerintah telah menerjunkan
jupen-jupen pembangunan dan penyuluh pertanian lapangan (PPL). Pertunjukan
rakyat yang mengemas pesan-pesan pembangunan pun banyak ditampilkan dan
kegiatan ini punya daya tarik dan kekuatan tersendiri.
Susanto (1988) mengatakan bahwa
bentuk-bentuk komunikasi melalui pertunjukan rakyat/tradisional di maksud untuk
: 1) Memudahkan penerimaan pesan-pesan oleh masyarakat karena disajikan dalam
bentuk yang santai dan mudah dipahami bentuk dan lambangnya. 2) Memancing
komunikasi ke atas, yaitu pesan-pesan dari rakyat langsung kepada pemerintah
dalam bentuk yang dapat diterima oleh pemerintah. Di samping itu wadah lain
yang umumnya terdapat dipedesaan yaitu kelomponcapir ; wadah yang dapat
menjembatani pesan-pesan pembangunan dari media massa kepada masyarakat. Wadah
ini biasanya dipimpin oleh pemuka-pemuka masyarakat (opinion leaders), yang
biasanya memiliki ciri-ciri, lebih tinggi pendidikan formalnya, lebih tinggi
status sosialnya serta status ekonominya, lebih inovatif dalam menerima atau
mengadopsi ide-ide baru, lebih tinggi kemampuan medianya, kemampuan empati
mereka lebih besar, partisipasi sosial mereka lebih besar, lebih kosmopolit
(modern).
Untuk masyarakat perkotaan yang
umumnya sudah memiliki banyak media, pesan harus disampaikan sedemikian rupa
disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan kebutuhan. Penyajian pesan lewat
sinetron yang dapat dinikmati keluarga dikala santai akan dapat menggugah
kesadaran khalayak. Di samping penyajian pesan melalui media tercetak, seperti
leaflet, folder, brosur, dan sebagainya, yang dibuat dengan cara yang menarik
sehingga sayang untuk dibuang begitu saja.
Kesimpulan
Strategi komunikasi pembangunan
merupakan langkah-langkah atau tahapan yang harus dilakukan secara matang,
terukur dan terarah demi mencapai percepatan pembangunan manusia itu sendiri
dalam berbagai aspek.
Strategi komunikasi pembangunan
yang efektif dilakukan dengan beberapa langkah antara lain : adanya planning
yang matang, menentukan sasaran dan tujuan penyampaian pesan, pembentukan pesan
yang sesuai tujuan, pemilihan jenis media yang egektif dan sesuai sasaran serta
melakukan evaluasi akhir dari hasil strategi yang dilakukan.
Baik pembangunan kemandirian yang
mencakup pendidikan, kebudayaan, ekonomi, social maupun pembangunan yang
mengarah pada kesejahteraan hidup selaku mahkluk yang berinteraksi seperti
pembangunan sarana dan prasarana pendukung yang mengarah pada kemajuan. Adapun
strategi komunikasi pembangunan yang dilakukan meliputi, menyebarluaskan pesan
komunikasi yang bersifat informatif, persuasif, dan instruktif secara
sistematik kepada sasaran untuk memperoleh hasil yang optimal. Menjembatani
“cultural gap”, memiliki konsep komunikasi pembangunan, didukung dengan teknologi
komunikasi, serta adanya partisipasi aktif dari sasaran pembangunan itu sendiri
(manusia).
Komunikasi adalah proses
penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau
mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan maupun
tidak langsung secara tulisan melalui media (Onong, 2003;79).
1. Konsep Awal Dan Pengertian Pembangunan.
Pada mulanya istilah ini
dipopulerkan oleh (dan di kalangan) sarjana dan para pembuat kebijakan di
Amerika Serikat, kemudian segera diperkenalkan ke Eropa dan negara-negara
berkembang di seluruh dunia. Kemudian istilah pembangunan menjadi suatu isu
utama di organisasi-organisasi internasional meskipun belum ada suatu rumusan
yang dipahami secara universal (Nasution, 2007; 27).
Komunikasi Pembangunan adalah
proses penyampaian materi dalam rangka meningkatkan sesuatu agar menjadi lebih
baik. Secara luas pengertian Komunikasi Pembangunan adalah sebagai aktivitas
pertukaran pesan secara timbal balik diantara semua pihak yang terlibat dalam
usaha pembangunan, terutama masyarakat dan pemerintah, sejak dari proses
perencanaan, pelaksanaan dan penilaian terhadap pembangunan.
Secara khusus Komunikasi
pembangunan adalah segala upaya dan cara, serta teknik penyampaian pesan atau
gagasan dan keterampilan keterampilan pembangunan yang berasal dari pihak yang
memprakarsai pembangunan yang ditujukan kepada masyarakat luas.
Penerapan Komunikasi Pembangunan
di sektor kehidupan yang dikemukakan di atas tadi, jika dikaji lebih jauh,
menunjukkan kesamaan sejumlah karakteristik yang antara lain (Nasution, 2007;174):
a. Menerapkan prinsip, sistem, dan teknologi
komunikasi, sebagai salah satu komponen yang tergolong utama dalam pencapaian
tujuan kegiatannya.
b. Memberikan peranan yang terbilang penting
bagi komunikasi di dalam rangkaian struktur kegiatan pembangunan yang
bersangkutan.
c. Menggunakan dan mengembangkan metodelogi
serta pendekatan yang sistematik dalam pemanfaatan komunikasi pada lingkup
kegiatannya.
d. Memperhatikan kesinambungan dan “saling
belajar dari pengalaman di bidang yang lain” khususnya dalam hal pemanfaatan
teknologi komunikasi.
2. Tujuan Komunikasi Pembangunan
Komunikasi pembangunan mempunyai
tujuan, antara lain memberikan informasi, persuasif (menggugah perasaan),
mengubah perilaku, mengubah pendapat atau opini, mewujudkan partisipasi
masyarakat, dan meningkatkan pendapatan. Tujuan-tujuan komunikasi pembangunan
ini diharapkan dapat menyebabkan perubahan di masyarakat atau perubahan sosial
(social change).
Komunikasi pembangunan di
Indonesia memiliki tujuan inti, yaitu dalam rangka pembangunan manusia
seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia itu sendiri yang harus bersifat
pragmatik, yaitu suatu pola yang membangkitkan inovasi bagi masa kini dan masa
depan.
3. Metode Pendekatan Komunikasi
Pembangunan
Komunikasi pembangunan memiliki
beberapa metode-metode pembangunan, antara lain:
A. Pendekatan Sasaran
1. Pendekatan Massa
Metode yang digunakan adalah
dengan cara memberikan pemahaman awal kepada masyarakat dengan media massa yang
dilakukan oleh pengambil kebijakan. Pendekatan massa ini mempunyai keuntungan
yaitu program dapat cepat tersebar luas.
2. Pendekatan Kelompok
Metode ini dugunakan untuk
menginformasikan program kepada kelompok-kelompok masyarakat, seperti pelatihan
dan workshop. Keuntungan dari pendekatan ini adalah program dapat dipantau
secara baik.
3. Pendekatan Individu
Metode ini digunakan untuk
menginformasikan program dengan mendatangi langsung rumah-rumah warga.
Keuntungan dari pendekatan ini adalah warga merasa dihargai, komunikasi dari
hati ke hati, petugas dapat menggali semua permasalahan warga.
B. Pendekatan Materi
1. Metode ceramah dan diskusi.
2. Penggunaan alat bantu gambar serta media
demonstrasi.
4. Komunikasi Pembangunan di
Indonesia
Komunikasi pembangunan yang
dilancarkan di Indonesia pasti berbeda dan harus berbeda dengan apa yang ada di
negara-negara lainnya karena subjek dan objek yang terlibat dalam komunikasi
pembangunan itu memang berbeda. Perbedaan-perbedaan tersebut, baik yang tampak
maupun yang tidak tampak, disebabkan oleh kekhasan dalam tujuan negara, sistem
pemerintahan, latar belakang kebudayaan, pandangan hidup bangsa, dan
nilai-nilai yang merekat pada rakyat, yakni rakyat Indonesia yang Bhineka
Tunggal Ika itu.
Ditinjau dari ilmu komunikasi
yang juga mempelajari dan meneliti proses, yakni proses penyampaian suatu pesan
oleh seseorang kepada orang lain untuk mengubah sikap, pendapat dan
perilakunya, maka pembangunan melibatkan dua komponen yang kedua-duanya
merupakan manusia.
Yang pertama adalah komunikator
pembangunan yang harus memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam
menyebarluaskan pesan. Yang kedua adalah komunikan pembangunan, baik penduduk
kota maupun penduduk desa, yang harus diubah sikap, pendapat, dan perilakunya.
Menurut Koentjaraningrat, suatu
bangsa yang hendak mengintensifkan usaha untuk pembangunan harus berupaya agar
banyak dari warganya lebih menilai tinggi orientasi ke masa depan, dan dengan
demikian bersifat hemat untuk bisa lebih teliti memperhitungkan hidupnya di
masa depan, lebih menilai tinggi hasrat eksplorasi untuk mempertinggi kapasitas
berinovasi, lebih menilai tinggi orientasi ke arah achievement karya, dan
akhirnya menilai tinggi mentalitas berusaha atas kemampuan sendiri, percaya
kepada diri sendiri, berdisiplin murni, dan berani bertanggung jawab sendiri.
Dengan demikian, pembangunan
nasional yang digalakkan di Indonesia ini, yakni dalam rangka pembangunan
manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia, harus
bersifat paradigmatik, yakni merupakan pola yang membangkitkan inovasi bagi
masa yang dijalani dan dihadapi sebagaimana ditegaskan dalam GBHN. Bukannya
bersifat dilematik dan problematik, terutama dalam pelaksanaannya, disebabkan
oleh kekurang pahaman akan mentalitas bangsa sendiri.
2.2 Komunikasi Pembangunan dalam Bidang
Pertanian
Petani adalah pelaksana utama
pembangunan pertanian, maka keberhasilan pembangunan pertanian sangat
ditentukan oleh kualitas sumberdaya manusia pertanian (Kasryno, 2000).
Sedangkan menurut Krishnamurthi (2003) yang dikutip Trubus, 80 persen
keberhasilan pertanian ditentukan petani. Namun pemerintah tetap perlu
dilibatkan untuk membangun infrastruktur (jalan, jaringan irigasi dan
sebagainya). Paradigma baru manajemen pembangunan pertanian adalah menempatkan
pemerintah dalam hal ini aparatur pertanian sebagai fasilitator, akselerator
dan regulator serta memberikan kesempatan lebih besar pada peran masyarakat
untuk lebih mendorong usaha-usaha yang mengarah kepada pemberdayaan masyarakat.
Tujuan pembangunan adalah untuk
mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat dan bukan berarti bahwa pembangunan
dihentikan setelah masyarakat mencapai tingkat kesejahteraan tertentu.
Sebelum merumuskan dan menentukan
strategi dalam pembangunan pertanian maka yang perlu dipahami adalah: (1)
hakekat pembangunan pertanian; (2) visi dan misi pembangunan pertanian; (3)
tujuan pembangunan pertanian; (4) Syarat-syarat pembangunan pertanian; (5)
strategi dasar pembangunan pertanian; dan (6) pendekatan dasar pembangunan
pertanian (Fatah, 2006).
Di lapangan pertanian, penerapan
komunikasi pembangunan sudah sejak lama dilaksanakan. Bahkan dapat dikatakan
bahwa penerapan yang mulu-mula sekali adalah justru di lapangan ini, sekalipun
pada masa itu belum dikenal istilah “komunikasi pembangunan” (Nasution, 2007;
174).
Meskipun pembangunan pertanian
masih menjadi prioritas dalam rangka menunjang perekonomian masyarakat, akan
tetapi permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan pembangunan pertanian terus
meningkat seiring dengan perkembangan dan kemajuan sistem pertanian itu
sendiri.
Kaharuddin (1992), mengatakan
bahwa pengelolaan pertanian tidak lagi menjadi sederhana, melainkan terkait
dengan sektor-sektor lain sebagai suatu sistem yang tidak mungkin terlepas satu
sama lain. Masalah pembangunan pertanian tidak hanya merupakan beban para
petani, melainkan secara tidak langsung sudah menjadi masalah yang terkait
dengan segala aspek kehidupan masyarakat. Lebih lanjut Kaharuddin mengatakan
bahwa permasalahan dalam pembangunan pertanian, yaitu;
a. Mengecilnya lahan pertanian dan
fragmentasi tanah
b. Sikap mental masyarakat masih merupakan
penghambat dalam pembangunan
c. Keterbatasan pengetahuan masyarakat
d. Masalah sosial budaya belum sejalan
dengan konsep perencanaan pembangunan
e. Faktor ekonomi sebagai penghambat
pembangunan. Fragmentasi lahan umumnya disebabkan oleh pewarisan.
Fenomena tersebut merupakan bukti
nyata bahwa tekanan penduduk muncul ketika pertumbuhan penduduk yang bekerja di
sektor pertanian menekan penggunaan sumber daya lahan pertanian sehingga akan
menimbulkan kemiskinan dan pengangguran.
Permasalahan pembangunan
pertanian lebih dominan disebabkan oleh lemahnya pembangunan sosial. Faktor
sosial (modal sosial) dan kelembagaan sebagai basis kristalisasi nilai tidak
ditangani secara baik. Kelembagaan pada tingkat mikro (kelompok tani) yang
merupakan basis berkembangnya modal sosial dari bawah, sehingga perlu diperkuat
karena berpotensi menjadi bahan bakar pembangunan sosial dan ekonomi di pedesaan.
Berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah maka lembaga pembangunan pertanian
yang berinduk pada lembaga sektor nasional harus menyesuaikan rencana dan
strategi pembangunan sektor ke dalam pola pikir dan tujuan pembangunan daerah.
Paradigma modernisaisi pertanian
yang bertujuan merubah sektor pertanian tradisional menjadi sektor pertanian
modern yang dikenal dengan “revolusi hijau” telah mampu meningkatkan produksi
pertanian khususnya pertanian tanaman pangan (padi).
Menurut Soetrisno (2002), juga
diikuti dengan munculnya berbagai masalah generasi kedua, seperti: (1)
rentannya sistem pertanian pangan di Negara-negara sedang berkembang terhadap
serangan hama penyakit; (2) ketergantungan petani pada input-input modern
(pupuk kimiawi, pestisidan dan herbisida); (3) masalah sosial (perbedaan antara
petani kaya dan petani miskin) yang disebabkan oleh adanya perubahan dalam
berbagai situasi tradisional yang semula berperan dalam mekanisme pemerataan;
dan (4) berkembangnya ekonomi uang di daerah pedesaan.
2.3 Komunikasi Pembangunan dalam Bidang
Pendidikan
Pendidikan pada hakikatnya
berlangsung seumur hidup. Oleh karena itu, secara hakiki, pembangunan
pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam upaya pembangunan
manusia. Upaya-upaya pembangunan di bidang pendidikan, pada dasarnya diarahkan
untuk mewujudkan kesejahteraan manusia itu sendiri. Karena pendidikan merupakan
hak setiap warga negara, di dalamnya terkandung makna bahwa pemberian layanan
pendidikan kepada individu, masyarakat, dan warga negara adalah tanggung jawab
bersama antara pemerintah, masyarakat dan keluarga.
Karena itu, manajemen sistem
pembangunan pendidikan harus didesain dan dilaksanakan secara terpadu, serta
diarahkan pada peningkatan akses pelayanan yang seluas-luasnya bagi warga
masyarakat, dengan mengutamakan mutu, efektivitas dan efisiensi.
A. Esensi Pendidikan dalam
Pembangunan
Upaya pembangunan pendidikan yang
dilakukan memiliki landasan komitmen Internasional, sebagai visi bersama
berbagai negara di dunia, melalui kesepakatan yang dikenal dengan kesepakatan
Dakkar-Senegal tahun 2000.
Kesepakatan Dakkar yang
diimplementasikan dalam kesepahaman Education for All (EFA) meliputi enam
komponen penting, yaitu:
1. Pendidikan anak usia dini (PAUD)
2. Pendidikan Dasar
3. Pendidikan Keaksaraan
4. Pendidikan Kecakapan Hidup (life skill)
5. Kesetaraan dan Keadilan Gender
6. Peningkatan mutu pendidikan.
Status pendidikan dan pembangunan
masing-masing dalam esensi pembangunan serta antara keduanya;
1. Pendidikan merupakan usaha ke dalam diri
manusia sedangkan pembangunan merupakan usaha keluar dalam diri manusia.
2. Pendidikan menghasilkan sumber daya tenaga
yang menunjang pembangunan dan hasil pembangunan dapat menunjang pendidikan
(pembinaan, penyediaan saran, dan seterusnya).
Dalam meningkatkan manusia
sebagai makhluk individu yang berpotensi fisik dan nirfisik, dilaksanakan
dengan pemberian pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap. Pembentukan nilai
adalah nilai-nilai budaya bangsa dan juga nilai-nilai keagamaan sesuai dengan
agama masing-masing dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa. Proses transformasi tersebut berlangsung dalam jalur
pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah.
John Vaizei dalam bukunya
Education in the Modern World (1965) mengemukakan peranan pendidikan sebagai
berikut: (1) melalui lembaga mengemukakan peranan pendidikan tinggi dan lembaga
riset memberikan gagasan-gagasan dan teknik baru, (2) melalui sekolah dan
latihan-latihan mempersiapkan tenaga kerja terampil berpengetahuan, dan (3)
penanaman sikap.
Dalam menghadapi perubahan
masyarakat yang terus menerus dan berjalan secara cepat manusia dituntut untuk
selalu belajar dan adaptasi dengan perkembangan masyarakat sesuai dengan zamannya.
Dengan perkataan lain manusia akan menjadi ”pelajar seumur hidup”. Untuk itu
sekolah berperan untuk mepersiapkan peserta didiknya menjadi pelajar seumur
hidup yang mampu belajar secara mandiri dengan memanfaatkan berbagai sumber
belajar baik yang ada di sekolah maupun di luar sekolah.
Menurut Moedjiono dalam buku
dasar-dasar Kependidikan (1986), mengemukakan bahwa aktivitas belajar dalam
rangka menghadapi perubahan-perubahan yang cepat di dalam masyarakat
menghendaki (1) kemampuan untuk mendapatkan informasi, (2) keterampilan
kognitif yang tinggi, (3) kemampuan menggunakan strategi dalam memecahkan
masalah, (4) kemampuan menentukan tujuan yang ingin dicapai, (5) mengevaluasi
hasil belajar sendiri, (6) adanya motivasi untuk belajar, dan (7) adanya pemahaman
diri sendiri.
B. Sumbangan Pendidikan pada
Pembangunan
Kita tidak bisa memungkirinya
bahwa sumbangan pendidikan pada pembangunan sangatlah besar, meskipun hasilnya
tidak bisa kita lihat dengan segera. Tapi ada jarak penantian yang cukup lama
antara proses dimulainya usaha dengan hasil yang ingin dicapai.
Sumbangan pendidikan terhadap
pembangunan dapat dilihat dari berbagai segi, diantaranya, segi sasaran,
lingkungan, jenjang pendidikan, dan pembidangan kerja.
1. Segi Sasaran Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar
yang ditujukan kepada peserta didik agar menjadi manusia yang berkepribadian
kuat dan utuh serta bermoral tinggi. Jadi tujuan citra manusia yang dapat
menjadi sumber daya pembangunan yang manusiawi.
2. Segi Lingkungan Pendidikan
Klasifikasi ini menunjukkan peran
pendidikan dalam berbagai lingkungan atau sistem. Lingkungan
keluarga(pendidikan informal), lingkungan sekolah (pendidikan formal),
lingkungan masyarakat (pendidikan nonformal), ataupun dalam sistem pendidikan
prajabatan dan dalam jabatan.
3. Segi Jenjang Pendidikan
Jenjang pendidikan meliputi
pendidikan dasar (basic education), pndidikan lanjutan, menengah, dan
pendidikan tinggi.
4. Segi Pembidangan Kerja atau Sektor
Kehidupan
Pembidangan kerja menurut sektor
kehidupan meliputi bidang ekonomi, hukum, sosial politik, keuangan,
perhubungan, komunikasi, pertanian, pertambangan, pertahanan, dan l;ain-lain.
2.4 Komunikasi Pembangunan dalam Bidang Kesehatan
Keterkaitan dan keterpaduan antara
komunikasi dan kesehatan sudah lahir sejak tahun 1978. Pada tahun 1978 di Alma
Ata, Rusia, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprakarsai perubahan yang
mendasar dalam program WHO yang berorientasi pada pemberantasan penyakit ke
arah pencegahan. Strategi pemeliharaan kesehatan dasar ini dimaksudkan untuk
menyediakan pelayanan dasar kesehatan ibu dan anak, memperluas komunikasi di
bidang kesehatan, dan meningkatkan pemanfaatan tenaga pelaksana kegiatan
kesehatan di desa.
Seiring dengan program WHO lahirlah
sebuah istilah komunikasi kesehatan (health communication). Komunikasi
kesehatan yang dimaksud tidak lain adalah suatu penerapan komunikasi
pembangunan untuk keperluan kesehatan masyarakat (Nasution, 1988).
Komunikasi kesehatan secara umum
dapat didefinisikan sebagai suatu usaha sistematis, untuk mempengaruhi secara
positif prilaku kesehatan penduduk yang besar jumlahnya dengan menggunakan
prinsip dan metode komunikasi massa, dengan pengajaran, pemasaran sosial,
analisis prilaku dan antropologis medis (USAID,1988). Tujuan utama dari
komunikasi kesehatan tersebut adalah terciptanya perubahan prilaku kesehatan
dan derajat kesehatan masyarakat.
Di Indonesia sendiri mengenai
penerapan komunikasi pembangunan dalam bidang kesehatan bisa dilihat dari
proyek pengembangan penyuluhan gizi (Nutrition Communication and Behavior
Change Project). Dengan mengggunakan praktek komunikasi untuk memantapkan
peranan ibu-ibu dalam pemberian makan anak, setelah 24 bulan hasil survei
membuktikan terdapat 40% anak-anak diwilayah kegiatan praktek komunikasi yang
dilakukan menampakkan status gizinya lebih baik dari pada anak-anak di wilayah
pembanding.
Komunikasi di bidang pembangunan
kesehatan tidak bisa di anggap sebelah mata, beberapa negara melakukan studi
tentang hal ini dan hasilnya menunjukkan bahwa dengan menghadirkan peranan
komunikasi di bidang kesehatan akan ikut menentukkan tercapainya tujuan
pembangunan kesehatan itu sendiri.
Penerapan komunikasi pembangunan di
bidang kesehatan, termasuk yang intensif pengembangannya. Di lapangan ini sudah
di kenal istilah “health communication” atau komunikasi kesehatan, yang pada
dasarnya merupakan penerapan komunikasi pembangunan untuk keperluan pelayanan
kesehatan masyarakat (Nasution, 2007; 206).
Dalam mewujudkan Visi Indonesia
Sehat, telah ditetapkan misi pembangunan kesehatan (DepKes RI, 1999)
1. Menggerakkan pembangunan nasional
berwawasan kesehatan
Untuk dapat terwujudnya Indonesia
Sehat, para penanggung jawab program pembangunan harus memasukkan
pertimbangan-pertimbangan kesehatan dalam semua kebijakan pembangunannya. Oleh
karena itu seluruh elemen dari Sistem Kesehatan Nasional harus berperan sebagai
penggerak utama pembangunan nasional berwawasan kesehatan.
2. Mendorong kemandirian masyarakat untuk
hidup sehat
Perilaku sehat dan kemampuan
masyarakat untuk memilih dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu
sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan.
3. Memelihara dan meningkatkan pelayanan
kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau
Salah satu tanggung jawab sektor
kesehatan adalah menjamin tersedianya pelayanan kesehatan yang bermutu, merata
dan terjangkau oleh masyarakat. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan tidak hanya
berada ditangan pemerintah, melainkan mengikutsertakan masyarakat dan potensi
swasta.
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan
individu, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya
Untuk terselenggaranya tugas
penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus diutamakan adalah bersifat promotif
dan preventif yang didukung oleh upaya kuratif dan rehabilitatif.
2.5 Komunikasi Pembangunan dalam Bidang
Keluarga Berencana (KB)
Program Kependudukan, Keluarga
Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) lahir untuk mengendalikan jumlah
penduduk demi mewujudkan pertumbuhan penduduk yang seimbang dan berkualitas.
Ketika Keluarga Berencana (KB)
menjadi program nasional tahun 1970, tenaga Penyuluh KB (PKB) atau Petugas
Lapangan KB (PLKB) menjadi motor penggerak untuk menyosialisasikan
program-program kependudukan, KB, dan pembangunan keluarga yang berkualitas.
Program-program penyuluhan
tersebut berjalan efektif dan terasa nyata di masyarakat. Namun sejak era
desentralisasi, sebagian kewenangan program KKBPK dilimpahkan kepada Pemerintah
Daerah. Berjalannya waktu ternyata program-program KB berjalan tidak efektif,
akhirnya pemerintah pusat mengambil alih agar program KB mendapat perhatian.
Kembalinya urusan pengelolaan
tenaga PKB atau PLKB ke tingkat pusat menjadi kabar baik untuk mewujudkan
keluarga Indonesia yang berkualitas dan sejahtera. Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 Tentang Pemerintahan Daerah dan Surat Edaran Kementerian Dalam Negeri
120/253/SJ memberikan memberikan harapan baru bangkitnya program kependudukan
dan keluarga berencana di Indonesia.
Sektor ini agaknya dapat disebut
sebagai aktivitas yang paling serius hubungannya dengan komunikasi. Memang
dapat dilihat dan dirasakan bahwa setidak-tidaknya satu dekade belakangan ini,
kegiatan komunikasi keluarga berencana (KB) merupakan aktivitas yang paling
gencar dan intensif dilakukan di mana saja di negara sedang berkembang.
Secara garis besar, kegiatan
komunikasi KB berkisar pada beberapa hal pokok, yaitu:
1. Menanamkan pengertian bahwa
jumlah anak perlu dikendalikan / direncanakan.
2. Mengubah persepsi bahwa
semakin banyak anak berarti banyak rezeki.
3. Memberikan pengetahuan dan
ketrampilan menggunakan alat kontrasepsi
4. Mengubah sikap dan perilaku
yang berkenaan dengan usia perkawinan.
Ada beberapa penyebab intensifnya
kegiatan komunikasi di lapangan KB, yaitu (Nasution, 2007; 178):
a. Belajar dari keberhasilan yang dicapai pada
bidang yang lain, seperti pertanian, pendidikan, dan sebagainya.
b. Mendesaknya prioritas masalah kependudukan
bagi sebagian besar negara sedang berkembang.
c. Tersedianya dana dan sumber (resources)
yang bukan saja cukup, bahkan berlimpah, dari bahan-bahan internasional seperi
Bank Dunia, Population, Council, Rockefeller Foundation, dan lain sebagainya.
Adapun berbagai strategi komunikasi
pembangunan yang dipakai adalah komunikasi dan pengembangan diri, memanfaatkan
media rakyat dalam pembangunan,memaksimalkan peran komunikator sebagai agen
pembangunan, memanfaatkan jasa tekhnologi komunikasi dalam pembinaan keluarga.
Pihak-pihak yang terkait dalam pembinaan keluarga bisa lebih memberikan
perhatian terhadap masyarakat yang mungkin kurang memahami tentang pembianaan
keluarga sejahtera.
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Komunikasi adalah proses
penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau
mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan maupun
tidak langsung secara tulisan melalui media (Onong, 2003;79).
Komunikasi Pembangunan adalah
proses penyampaian materi dalam rangka meningkatkan sesuatu agar menjadi lebih
baik. Secara luas pengertian Komunikasi Pembangunan adalah sebagai aktivitas
pertukaran pesan secara timbal balik diantara semua pihak yang terlibat dala
usaha pembangunan, terutama masyarakat dan pemerintah, sejak dari proses
perencanaan, pelaksanaan dan penilaian terhadap pembangunan.
80% keberhasilan pertanian
ditentukan petani. Namun pemerintah tetap perlu dilibatkan untuk membangun
infrastruktur (jalan, jaringan irigasi dan sebagainya). Paradigma baru
manajemen pembangunan pertanian adalah menempatkan pemerintah dalam hal ini
aparatur pertanian sebagai fasilitator, akselerator dan regulator serta
memberikan kesempatan lebih besar pada peran masyarakat untuk lebih mendorong
usaha-usaha yang mengarah kepada pemberdayaan masyarakat.
Karena itu, manajemen sistem
pembangunan pendidikan harus didesain dan dilaksanakan secara terpadu, serta
diarahkan pada peningkatan akses pelayanan yang seluas-luasnya bagi warga
masyarakat, dengan mengutamakan mutu, efektivitas dan efisiensi.
Penerapan komunikasi pembangunan
di bidang kesehatan, termasuk yang intensif pengembangannya. Di lapangan ini
sudah di kenal istilah “health communication” atau komunikasi kesehatan, yang
pada dasarnya merupakan penerapan komunikasi pembangunan untuk keperluan
pelayanan kesehatan masyarakat (Nasution, 2007; 206).
Secara garis besar, kegiatan
komunikasi KB berkisar pada beberapa hal pokok, yaitu:
1. Menanamkan pengertian bahwa
jumlah anak perlu dikendalikan / direncanakan.
2. Mengubah persepsi bahwa
semakin banyak anak berarti banyak rezeki.
3. Memberikan pengetahuan dan
ketrampilan menggunakan alat kontrasepsi
4. Mengubah sikap dan perilaku
yang berkenaan dengan usia perkawinan.
DAFTAR PUSTAKA
Depari, Eduard
dan Mc Andrew, Collin, Peranan Komunikasi Massa Dalam Pembangunan, Yogyakarta,
Gadjah Mada University :1991.
Effendy, Onong
Uchjana, Peranan Komunikasi Massa Dalam Pembangunan, Yogyakarta, Gadjah Mada
University : 1987.
Hettne, Bjorn,
Komunikasi dan Modernisasi, Bandung, Alumni : 1982.
Harmoko, Ironi
Pembangunan di Negara Berkembang, Jakarta, Sinar Harapan : 1985.
Malik, Dedy
Djamaluddin, Komunikasi Dalam Teori dan Praktek, Jakarta, Bina Cipta : 1991.
Nasution,
Zulkarimen, Komunikasi Pembangunan, Pengenalan Teori dan Penerapannya, Jakarta,
PT. Raja Grafindo Persada : 2002
Rogers,
Everett M dan Shoemaker, F Floyd, Komunikasi Sambung Rasa, Jakarta, Pustaka
Sinar Harapan : 1981.
Susanto,
Astrid, Memasyarakatkan Ide-Ide Baru, Surabaya, Usaha Nasional : 1977.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar